Bawean adalah sebuah pulau yang terletak di Laut Jawa, sekitar 80 Mil atau 120 kilometer sebelah utara Gresik. Secara administratif, pulau ini termasuk dalam Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Belanda (VOC) masuk pertama kali ke Pulau ini pada tahun 1743. Sebelum tahun 1974 Pulau Bawean masuk dalam wilayah Kabupaten Surabaya
sebelum di bentuknya Kabupaten Gresik namun sejak tahun 1974 pulau
Bawean di masukkan kedalam wilayah Kabupaten Gresik karena memang
letaknya lebih dekat dengan Kabupaten Gresik .
Dengan luas sekitar 190 km2, Bawean memiliki 2 kecamatan yaitu Sangkapura dan Tambak. Jumlah penduduknya sekitar 70.000 jiwa yang merupakan pembauran beberapa suku yang berasal dari pulau Jawa, Madura, Kalimantan ,Sulawesi dan Sumatera termasuk budaya dan bahasanya. Penduduk Bawean
kebanyakan memiliki mata pencaharian sebagai nelayan atau petani selain
juga menjadi TKI di Malaysia dan Singapura,
sebagian besar di antara mereka telah mempunyai status penduduk tetap
di negara tersebut, selain di kedua negara itu penduduk bawean juga
menetap di Australia dan Vietnam. Etnis mayoritas penduduk Bawean adalah Suku Bawean, dan suku-suku lain misalnya Suku Jawa, Madura, Bugis, Mandar,Mandailing,Banjar dan Palembang
Bahasa pertuturan mereka adalah bahasa Bawean. Bukannya bahasa Madura
seperti yg dimaklumkan sebelum ini. Di Malaysia dan Singapura,
penyebutan suku ini berubah menjadi Boyan. Mereka menyebut diri mereka
orang Boyan, maksudnya orang Bawean.
Etimologi
ETIMOLOGI
Kata Bawean berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti ada sinar matahari. Menurut legenda, sekitar tahun 1350, sekelompok pelaut dari Kerajaan Majapahit terjebak badai di Laut Jawa dan akhirnya terdampar di Pulau Bawean pada saat matahari terbit. Dalam kitab Negarakertagama menyebutkan bahwa pulau ini bernama Buwun.1 2 Sedangkan dalam catatan Serat Praniti Wakya Jangka Jaya Baya penduduk
Bawean bermula pada tahun 8 Saka dimana sebelumnya pulau ini tidak
berpenghuni, Pemerintah Koloni Belanda dan Eropa pada abad 18 menamakan
pulau ini dengan sebutan Lubeck, Babean, Baviaan,Bovian,Lobok, 3, 4 Awal abad ke-16 tepatnya pada tahun 1501 agama Islam
masuk ke Bawean yang dibawa oleh Sayyid Maulana Ahmad Sidik atau yang
dikenal dengan nama Maulana Umar Mas'ud atau Pangeran Perigi sekaligus
menjalankan tata pemerintahan di Pulau Bawean selanjutnya Pulau Bawean
di pimpin oleh keturunan Umar Masud seperti Purbonegoro, Cokrokusumo,
Natakusuma, Najaksuma dan seterusnya hingga yang terakhir Raden Ahmad
Pashai. Pada tahun 1870-1879 Pulau Bawean menjadi Asistent Resident
Afdeeling dibawah Resident Soerabaya pada masa inilah Pulau Bawean di
bagi menjadi dua kecamatan yaitu kecamatan Sangkapura dan Kecamatan
Tambak yang di pimpin oleh seorang Wedana dengan Wedana terakhir bernama
Mas Adi Koesoema ( 1899-1903).
Pulau Putri
Bawean sering disebut juga Pulau Putri karena banyak laki-laki muda yang merantau ke pulau Jawa atau ke luar negeri. Orang Bawean yang merantau ke Malaysia dan Singapura membentuk perkampungan di sana. Di negeri jiran masyarakat Bawean dikenal dengan istilah orang Boyan. Banyak juga para perantau ini yang berhasil dan menjadi orang terkenal di Indonesia, Malaysia maupun Singapura.
Dalam legenda pulau putri, pulau bawean tempat berlabuhnya keluarga
dari kerajaan Campa yang akan menuju pulau Jawa, mereka berlabuh
dikarenakan Putri raja tersebut sakit, dan konon meninggal di bawean,
untuk menhormati sang putri pulau tersebut dinamakan pulau putri. Sampai
sekarang ini makam beliau masih ada tepatnya berada di desa Kumalasa
yang dikenal sebagai makam jujuk Campa.
Flora dan Fauna
Di Bawean terdapat spesies rusa yang hanya ditemukan (endemik) di Bawean, yaitu Axis kuhli. Selain itu di Pulau Bawean juga ditanam manggis, salak, buah merah, dan durian untuk konsumsi lokal. Puluhan spesies ikan laut juga terdapat di pantai pulau ini.
Lain-lain
Mayoritas penduduk Bawean beragama Islam,
sedangkan penduduk non-Muslim biasanya adalah para pendatang. Yang khas
dari Bawean adalah batu onyx. Sejenis batu marmer. Batu ini dijadikan
hiasan dan juga lantai. Selain itu juga ada "buah merah". Ini berbeda
dengan buah merah asli papua. Bentuknya bulat seperti apel. Namun ada
yang seperti ini di Magetan
tapi warnanya agak kuning. Buah Merah di Bawean terbagi dalam 2 jenis,
satu warna merah dan yang kedua berwarna kuning, yang berwarna kuning di
bawean dikenal dengan jenis Buah Merah Mentega, buah jenis ini (buah
merah) juga tumbuh di daerah lain seperti juga di magetan, tapi buahnya
cenderung kecil bila dibandingkan di bawean, dan di daerah lain lebih
dikenal dengan nama buah mentega.
Bahasa Bawean
Bahasa Bawean ditengarai sebagai kreolisasi bahasa Madura, karena kata-kata dasarnya yang berasal dari bahasa ini, namun bercampur aduk dengan kata-kata Melayu dan Inggris serta bahasa Jawa karena banyaknya orang Bawean yang bekerja atau bermigrasi ke Malaysia dan Singapura,
Bahasa Bawean memiliki ragam dialek bahasa biasanya setiap kawasan atau
kampung mempunyai dialek bahasa sendiri seperti Bahasa Bawean Dialek
Daun, Dialek Kumalasa , Dialek Pudakit dan juga Dialek Diponggo. Bahasa ini dituturkan di Pulau Bawean, Gresik, Malaysia, dan Singapura . Di dua tempat terakhir ini Bawean dikenal sebagai Boyanese.
Intonasi orang Bawean mudah dikenali di kalangan penutur bahasa Madura.
Perbedaan kedua bahasa dapat diibaratkan dengan perbedaan antara bahasa
Indonesia dan bahasa Malaysia, yang serupa tapi tak sama meskipun masing-masing dapat memahami maksudnya
sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Bawean
Tidak ada komentar:
Posting Komentar