Suku Bawean
Sulit untuk menentukan waktu yang tepat kedatangan orang-orang Bawean ke Malaka karena tidak ada bukti dan dokumentasi sejarah mengenai kedatangan mereka.Tidak ada catatan resmi mengenai kedatangan mereka di Malaka. Berbagai pendapat yang dikemukakan tidak bisa menunjukkan waktu yang tepat. Pendapat pertama mengatakan bahwa ada orang yang bernama Tok Ayar datang ke Malaka pada tahun 1819. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa orang Bawean datang pada tahun 1824, kira-kira semasa penjajahan Inggris di Malaka, dalam catatan Pemerintah Koloni Singapore pada tahun 1849 terdapat 763 orang Bawean dan itu terus bertambah jumlahnya . Sedangkan dalam catatan Persatuan Bawean Malaysia pada tahun 1891 terdapat 3.161 orang Bawean yang tersebar di Kuala Lumpur, Johor Bharu, Melaka, Seremban dan Ipoh. Pendapat yang ketiga mengatakan orang Bawean sudah ada di Malaka sebelum tahun 1900 dan pada tahun itu sudah banyak orang Bawean di Malaka. Masyarakat Bawean umumnya tinggal di kota atau daerah yang dekat dengan kota, seperti di Kampung Mata Kuching, Klebang Besar, Limbongan, Tengkera dan kawasan sekitar Rumah Sakit Umum Malaka. Jarang ditemui orang Bawean yang tinggal di kawasan-kawasan yang jauh dari kota dan jumlah orang Bawean yang terdapat di Malaka diperkirakan tidak melebihi seribu orang.
Selain di Malaka, orang Bawean juga tersebar di Lembah Klang, seperti di kawasan Ampang, Gombak, Balakong dan juga Shah Alam. Mereka membeli tanah dan membangun rumah secara berkelompok. Di Gelugor, Pulau Pinang terdapat sekurang-kurangnya 2 keluarga besar orang Bawean. Mereka menggunakan bahasa Melayu dialek Pulau Pinang untuk bertutur dengan orang bukan Bawean.
Anak-anak mereka yang lahir di Malaysia telah menjadi warga negaraMalaysia.Perantau-perantau yang datang dari tahun 90-an ada yang telah menerima status penduduk tetap. Orang Bawean terkenal dengan keahlian membuat bangunan dan rumah. Ada juga yang menjadi usahawan kecil seperti sub-kontraktor pembersih bangunan dan peniaga runcit.
Selain di negara Malaysia dan Singapura orang-orang Bawean juga bermigrasi ke Australia dan Vietnam. Mereka memasuki Australia sekitar tahun 1887 melalui jalur Singapura dan menetap di pulau Christmas. sebagian besar di antara mereka menyebar di Australia Barat diperkirakan terdapat tidak kurang dari 500 keturunan orang Bawean termasuk dari perkawinan campur dengan keturunan orang melayu, Kokos, Jawa, India, Arab, Eropa, dan sebagainya. Sedangkan orang Bawean di Vietnam tersebar di Ho Chi Minh City kedatangan mereka di Vietnam diperkirakan sekitar tahun 1885.
Diantara keturunan mereka yang lahir di Singapura, Vietnam dan Pulau Krismas sudah tidak lagi bisa berbahasa Bawean, bahkan yang lahir di daratan Australia tidak bisa pula berbahasa Melayu, walau mereka mengerti. Orang-orang Bawean yang tinggal di negara tersebut kecuali yang tinggal di Vietnam masih menjalin hubungan dengan kerabatnya yang ada di Pulau Bawean.
Budaya Merantau
Seperti halnya suku-suku lain di Nusantara budaya merantau Orang Bawean terutama ke Bandar Malaka dan sekitarnya berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu karena pada abad 15 dan 16 Bandar Malaka menjadi pusat perdagangan. Pada mulanya orang Bawean merantau untuk alasan ekonomi maupun tradisi hingga akhirnya terjadi migrasi ke semenanjung Malaka dan sekitarnya. Pada tahun 1849 jumlah orang Bawean di Singapura berjumlah 763 dan jumlahnya terus bertambah pada tahun 1957 sebanyak 22.167. Para perantau Bawean pada abad 19 menggunakan kapal jurusan Bawean ke Singapura yang dimiliki oleh pengusaha keturunan Palembang yang biasa disebut Kemas. Salah satu Kemas tertua yang menetap di Pulau Bawean pada tahun 1876 bernama Kemas Haji Jamaludin bin Kemas Haji Said seorang pedagang tekstil dan bahan makanan yang menjadi agen perusahaan pelayaran yang dikelola dengan kongsi Cina untuk jalur Surabaya - Bawean - Banjarmasin - Singapura meminjamkan modal kepada orang Bawean yang hendak merantau. Mereka membayar kembali pinjamannya setelah tiba di tempat tujuan dan telah mempunyai pekerjaan. Sistem pinjam modal ini menarik banyak penduduk Bawean untuk merantau sehingga kapal sebelumnya mengangkut penumpang dan barang, berubah fungsi menjadi kapal penumpang. Pada masa perang kemerdekaan tahun 40-an ketika Jepang menduduki Indonesia pelayaran yang singgah ke Pulau Bawean mengalami gangguan. kegiatan merantau kembali menggunakan kapal layar tradisional yang berasal dari Madura dan Bugis.Budaya-Budaya Orang Bawean
- Kercengan
Penari berbaris sebaris atau dua baris. Pemain kompang dan penyanyi duduk di barisan belakang. Lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu salawat kepada Nabi Muhammad SAW. Pemain kercengan terdiri dari laki-laki dan perempuan.
- Cukur Jambul
- Pencak Bawean
- Dikker
- Mandiling
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bawean
The ‘dhurung’ (barn) of Bawean is an important structure for storing stalks of harvested padi. An integral part of a Bawean home, it also functions as a social place before receiving guests into the home.
Dated: 1883 (Before)
Source: Colonial World Fairs, Royal Tropical Institute / Tropenmuseum, Netherlands
Model of a Bawean Home/ Rumah Bangsal Bawean.
Dated: 1883 (Before)
Source: Colonial World Fairs, Royal Tropical Institute / Tropenmuseum, Netherlands
Model of a Bawean house / Rumah Limas Bawean.
Dated: 1883 (Before)
Source: Colonial World Fairs, Royal Tropical Institute / Tropenmuseum, Netherlands
Model of a Bawean mat weaver. (Bamboo spindles with red, yellow, orange and white yarn.)
Dated: 1889 (Before)
Source: Colonial World Fairs, Royal Tropical Institute / Tropenmuseum, Netherlands.
Bawean braided mats
Dated: 1900s (Before)
Source: Colonial World Fairs, Royal Tropical Institute / Tropenmuseum, Netherlands.
Bawean braided mats
Dated: 1900s (Before)
Source: Colonial World Fairs, Royal Tropical Institute / Tropenmuseum, Netherlands
Tidak ada komentar:
Posting Komentar